Senin, 22 Juli 2013

BIBIT KERAPU MACAN







Jual bibit kerapu macan dr ukuran 2.5cm-10cm dan bibit kami sdh lolos dr tes laboratorium dengan kondisi baik dan mutu terjamin.
Usaha kami berada di bali yang merupakan sentra produk bibit ikan air laut yang sudah di kenal smp mancanegara.
Untuk informasi dan pemesanan silahkan kontak/sms kami ; -TELKOMSEL  085333856995
                                                                                          -INDOSAT        085792489188

Minggu, 21 Juli 2013


PENGGELONDONGAN BANDENG
1. PENDAHULUAN
Kegiatan penggelondongan nener merupakan mata rantai yang bertujuan salah satunya adalah menekan mortalitas benih karenan pengelondongan nener adalah masa awal pemeliharaan yang dianggap sebagai masa paling kritis. Usaha penggelondongan nener bukan lagi sekedar usaha sambilan di samping usaha pembesarannya tambak, melainkan sebagai usaha komersial yang harus ditangani lebih serius dan hati-hati. Oleh karena usaha penangkapan nener dari alam sulit dilakukan sedangkan kebutuhan atau permintaan akan nener meningkat maka diharapkan teknik pengelolaan penggelondongan dapat lebih dikembangkan. Salah satu metoda dalam penggelondongan nener adalah penggelondongan di petakan tambak. Usaha ini dilakukan dalam petakan tambak yang ukurannya relatif kecil (500 -1.000 m 2 ) atau dengan cara menyekat tambak dengan masa 3 minggu - 1 bulan. Usaha penggelondongan telah banyak berkembang dibeberapa daerah di Indonesia, antara lain di Jawa Timur, Jawa Tenah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan DI Aceh. Untuk itu diupayakan membahas teknik pengelolaan penggelondongan pada tulisan ini. Tujuan tulisan ini adalah menginformasikan kepada petani maupun pengusaha mengenai teknik mengelola penggelondongan nener yang baik
2. PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi seperti tata ruang, sumber air dan pengairan. Diusahakan tidak begitu jauh dari pantai agar suhu udara yang ada dapat mendukung keberhasilan usaha pemeliharaan benih bandeng. Suhu air pada tambak berkisar antara 30 -33 °C.
  2. Jarak lokasi ideal dari sumber benih/nener maksimal 12 jam. Perjalanan selama dalam pengangkutan konsumen tidak melebihi 12 jam.
  3. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan usaha penggelondongan bandeng adalah persaingan penggunaan lahan antar sesama pengusaha tambak. 
  4. Sarana transportasi. Kelancaran sarana angkutan terutama jalan, sangat memegang peranan penting dalam usaha penggelondongan nener ini. Oleh sebab itu dipilih lokasi yang sarana lalu lintasnya dapat menjamin mutu nener tetap baik.
  5. Jaringan listrik. Sarana yang diperhatikan dalam memilih lokasi adalah yang dekat dengan jaringan listrik negara (PLN). Namun untuk usaha penggelondongan bandeng kebutuhan listrik bisa diganti dengan alat-alat lain seperti genset.
3. SISTEM PETAK PENENERAN
  1. Petakan untuk nener.
    Petakan untuk nener pada umumnya dangkal, luasnya berkisar antara 500 -1.000 m 2 . Letak petakan nener dekat dengan sumber air tawar maupun air asin. 
  2. Petakan untuk gelondongan.
    Petakan gelondongan mempunyai areal lebih besar (luas) dan lebih dalam (1.000 - 2.000) m 2 . Hal ini digunakan untuk menampung gelondongan dari petakan peneneran tempat untuk menumbuhkan gelondonan kecil (pre fingerling) atau untuk penyimpanan dan menahan gelondongan besar (post fingerling).
  3. Petakan Aklimatisasi.
    Petakan untuk aklimatisasi atau yang biasa disebut ipukan/baby box merupakan petakan kecil yang terbuat dalam penggelondongan dan bersifat hanya sementara. Ipukan ini dibatasi oleh pematang yang relatif kecil (sempit dan rendah) dibangun berdekatan dengan saluran air, agar mutu lebih baik dan memudahkan pengelolannya. Ukuran luasnya tergantung kepada banyaknya nener yang akan ditebarkan (stock). Pada musim kemarau temperatur udara dapat naik mencapai 33°C, ipukan dapat menampung 5.000 - 10.000 ekor per m 2 selama 3 hari, meskipun dibawah periode yang relatif tenang.
  4. Tempat pengumpulan (tempat untuk panen)
    Berupa petakan kecil untuk penangkapan atau kanal yang sempit atau tempat untuk mengumpulkan gelondongan dalam waktu singkat. Ikan-ikan dikumpulkan ke tempat pengumpulan dengan cara pengaturan aliran air, dari air pada saat pasang atau air dari petakan lain yang telah disiapkan sebelumnya. Aerasi dapat diatur dengan aliran air dari tambak yang berdekatan atau dari tambak yang lain, sehingga tidak terjadi efek yang merugikan karena kekurangan oksigen, walaupun di dalam petakan tersebut padat dengan ikan. Dalam petakan ini ikan-ikan tersebut mudah dijaring dan dipindahkan ke petakan yang lain dengan cara mengunakan jaring untuk pemindahan gelondongan. Hal ini dipermudah dengan sifat ikan bandeng yang senang menentang arus.
    Gambar 1. Letak Penggelondongan Komersial yang Lengkap.

    Keterangan Gambar 1
    A. Kanal utama
    B. Kanal pembagi petakan
    C. Petak penangkapan
    D. Petak penggelondongan
  5. Pintu dan gorong-gorong.
    Petakan untuk nener, gelondongan dan penangkapan (pengumpulan) dilengkapi dengan pintu-pintu atau gorong-gorong, yang dipasang rapi dan diberi saringan. Yang terutama perlu diperhatikan ialah : petakan untuk nener jangan sampai kemasukan telur-telur maupun larva predator misalnya kakap, kerapu, belut dan lain sebagainya. Pada pintu perlu dipasang saringan nylon yang halus atau bahan yang serupa. Bisa juga dipergunakan saringan-saringan yang berbentuk kantong dari nylon yang halus, yang dipasang pada ujung dari gorong-gorong selama persiapan petakan untuk nener dan juga selama sepuluh hari pertama setelah penebaran nener. 
4. PENGELOLAAN PETAKAN PENGELONDONGAN
  1. Persiapan petakan untuk aklimatisasi
    Beberapa hari sebelum penebaran nener bandeng, petakan aklimatisasi dipersiapkan dengan baik, pematang dilapisi dengan tanah yang lunak, dilengkapi dengan atap yang dibuat dari kisi-kisi bambu. Pada kaki bagian dalam pematang peneneran sebaiknya diberi berm, guna memudahkan petugas tambak berada atau bertugas lebih dekat dengan perbatasan air. Berm mempunyai 2 (dua) macam kegunaan yaitu merupakan tempat untuk pembetulan bocoran-bocoran pada pematang dan menahan longsoran-longsoran tanah dari pematang. Selanjutnya petakan dikeringkan dan perataan dasar petakan dikerjakan
    denan kemiringan yang dibuat menuju arah pintu air selama tanah belum keras (masih basah). Untuk perataan tanah dapat digunakan garu dari kayu, dan dapat juga menggunakan papan yang agak panjang yang didorong oleh dua atau tiga orang. Lubang bekas kaki ditutup, sebab kemungkinan dapat dipakai tempat untuk sembunyi ikan-ikan liar atau telurnya yang dapat tahan hidup selama pengeringan pada masa persiapan.
    Gambar 2. Garu

    Keterangan Gambar 2:
    A. Papan garu
    B. Tangkai dari kayu atau bambu
  2. Kultur makanan alami
    Makanan yang paling ideal bibit bandeng dan gelondongan adalah klekap, yakni kumpulan diatome dasar, alga biru, inverterbrata tingkat rendah, 200 plankton, juga diperlukan untuk melengkapi nilai gizi makanan. Gelondongan yang lebih besar dan berukuran panjang 80 mm, sudah dapat memakan alga hijau benang atau lumut (chaetomorpha sp., Entormorpha sp., dan Cladophora sp.). 
  3. Kultur klekap pada musim kemarau
    Musim kemarau merupakan saat yang paling baik dan cocok untuk menumbuhkan klekap sebagai makanan alami. Setelah petakan selesai perataannya lalu dibiarkan kering sampai tanahnya retak-retak. Waktu pengeringannya diperkirakan selama 2 - 3 minggu tergantung pada tenah aslinya. Keberhasilan atau kegagalan dalam menumbuhkan klekap yang baik dan menahannya agar tetap menempel pada dasar tembak tergantung pada derajat kekeringannya. Pengeringan yang tidak seimbang atau pengeringan yang kurang sempurna akan menghasilkan klekap yang mudah lepas dari tanah dan akhirnya mengambang. Bilamana terjadi sebaliknya, terlalu lama pengeringannya sehinga lapisan permukaan tanah kekeringan, maka terjadi suatu kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk pertumbuhan klekap. Pengeringan dianggap cukup bilamana kandungan air dari lapisan tanah yang tebalnya sekitar 10 cm itu kira-kira 18 - 20%. Suatu hal yang praktis untuk mengetahinya ialah dengan jalan diatas tanah yang dikeringkan tersebut. Bilamana tanah tersebut cukup kuat menahan orang sehingga hanya turun (tenggelam) sekitar 2 cm, berat badan orang tersebut maka pengeringan tanah dianggap telah cukup.
    Pupuk organik kemudian ditebarkan setelah tanah cukup mengeras. Kwantitasnya tergantung kepada jumlah dari kemerosotan bahan organik dalam tanah tambak yang akan dipupuk. Pada umumnya rata-rata tanah memerlukan 500 - 1.000 kg bekatul atau bungkil jagung per hektar; 500 -3.000 kg kotoran ternak untuk tiap hektar tambak. Pupuk anorganik segera ditebarkan di tanah tambak, setelah tanah tambak tersebut digenangi air pasang yang baru, sedalam kira-kira 10 cm dan pintu-pintu ditutup serta diblok dengan tanah untuk menahan air tersebut. Beberapa petani tambak menggunakan pupuk Urea atau Ammonium sulfate (ZA) sebanyak 50 kg atau 100 kg per hektar untuk segera ditebarkan pada petak-petak agar lebih mempercepat proses pembusukkan pupuk organik tersebut. Air di dalam petakan dibiarkan menguap seluruhnya atau dialirkan keluar bila sudah jernih sekali. Pada dasar petakan dikeringkan lagi seperti keadaan pengeringan pertama sebelum ditebari pupuk organik. Pada akhirnya praktis semua pupuk organik akan membusuk (mengurai). Kegiatan berikutnya memasukkan air ke dalam petakan dengan cara hati-hati, disaring melalui saringan halus yang berbentuk kantong dan diikatkan pada pintu air kira-kira 10 cm dan sekali lagi petakan dipupuk dengan urea sebanyak 45 kg ditambah 45 - 55 kg pupuk TSP untuk tiap hektar. Jikalau klekap belum mulai tumbuh pada saat pengenangan air yang pertama, pada saat ini akan mulai tumbuh dan menutupi semua permukaan dasar tambak. Selanjutnya sedalaman di tambak secara bertahap sampai sekitar 20 cm dan petakan siap untuk ditebari ikan (nener atau gelondongan bandeng). 
  4. Kultur klekap pada musim hujan.
    Untuk menanggulangi pertumbuhan klekap pada musim hujan agak sulit. Penurunan kadar garam menghalangi pertumbuhan dan kemungkinan penyebab kerusakan total dari makanan bilamana terjadi perubahan mendadak. Oleh karena itu waktu (saat) yang penting dalam mempersiapkan peneneran pada musim hujan. Paling sedikit diperlukan waktu 1 minggu yang cuacanya baik secara terus menerus jikalau ingin mencapai keberhasilan. Petakan dikeringkan, diratakan dan dibiarkan paling sedikit 3 hari, kemudian air dimasukkan dan dipupuk dengan pupuk organik yang kuantitasnya sama dengan yang biasa digunakan pada pemupukan anorganis yang kedua di musim kemarau. Pada saat itu juga ditambahkan bekatul sebanyak 200 kg/Ha. Perlu diketahui klekap yang tumbuh pada musim hujan ini tidak sebanyak yang tumbuh di musim kemarau dan cenderung mudah lepas dari tanah dasar petakan yang kemudian mengapung, yang akhirnya mengelompok di sisi-sisi petakan akibat dihembus oleh angin. Dalam hal demikian, klekap tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan yang dipelihara.
  5. Kultur plankton
    Disini harus kita perhatikan upaya untuk menumbuhkan plankton agar mencapai hasil yang memuaskan (sukses) diperlukan air yang dalam serta rendah kadar garamnya, terutama selama musim hujan. Mula-mula petakan dikerjakan dan dibiarkan untuk 2 - 3 hari, kemudian segera diisi (digenangi) dengan air pasang yang baru. Pupuk organik yang diberikan harus cukup yang biasanya terdiri dari kombinasi antara Urea atau Amonium sulfate (ZA) sebagai N (nitrogen) dan Superfosfate (TSP) sebagai sumber P2O5 (fosfate) ditambah bekatul yang digunakan untuk membuat air menjadi hijau warnanya, yang sebagian besarnya adalah phytoplankton. Pada umumnya petani tambak memulai dengan dosis 6 gram N, 6 - 9 gram P2O5 dan 50 - 100 gram bekatul untuk setiap m 3 air yang kemudian dinaikkan dosisnya sampai didapatkan hasil yang diinginkan. Blooming phytoplankton akan terjadi dalam 48 jam pada cuaca yang memungkinkan. Petakan siap ditebari ikan jikalau suatu obyek yang putih berada dalam air hilang (lenyap) dari pandangan pada kedalaman kurang lebih 30 cm.
5. PENEBARAN (PENANAMAN, STOCKING)
  1. Persiapan petakan untuk aklimatisasi (ipukan).
    Petakan untuk aklimatisasi (ipukan) perlu dibuat, atau bila telah ada perlu disiapkan dengan baik. Pematangnya diplester (dilapisi) dengan tanah yang lunak dan sekalian menutupi bocoran-bocoran. Atap diperlukan yang biasanya dibuat dari kisi-kisi bambu (kere) untuk memberikan kesejukan kita dapat memanfaatkan cabang-cabang dari pohon api-api yang baru dipotong, seperti daun kelapa, daun nipah diletakkan di aasnya sebagai atap (dapat digunakan daun nipah atau daun kelapa yang dibuat khusus untuk atap). Ada juga yang ditancapkan pada keliling ipukan dapat, agar memberikan suasana kesejukan. Dengan cara demikian ipukan tidak menerima sinar matahari lansung dan suhu menjadi rendah di dalamnya. Untuk mengantisipasi adanya hujan turun, atap perlu dilapisi atau ditutup dengan plastik (polyethelene sheet). Bila ipukan dibuat dengan 1 atau dengan 2 pematang dari petakan sebagai sisinya, perlu adanya kanal (saluran kecil) sepanjang berm untuk mengalirkan air hujan terutama dari pematang petakan agar masuk ke petakan besar dan tidak masuk ke ipukan. Semua pematang ipukan ditutupi dengan lembaran plastik. Air hujan terutama yang mengalir dari pematang petakan dan masuk ke dalam ipukan dapat menyebabkan kematian nener yang disimpan di ipukan dalam keadaan padat. Pada saat yang singkat sebelum nener datang semua air di dalam ipukan dikuras keluar. Air tawar secukupnya dapat juga air sumur atau dari mata air yang lain diisikan pada ipukan pelan-pelan, selanjutnya air dipasang yang baru dilewatkan melalui saringan yang halus ditambahkan sampai kadar garam mencapai 15 - 20 ppt. Air dibiarkan jernih, sedimen dibiarkan mengendap dahulu dan semua kotoran-kotoran yang mengambang dibuang (bisa juga diambili).
    Gambar 3.
     
  2. Penebaran Nener
    Nener dibawa ke tambak dengan kantong plastik dan diberi oksigen. Biasanya pada pengangkutan nener digunakan air yang kadar garamnya antara 15 - 20 ppt. Hal inilah yang mengharuskan ipukan diisi air tawar agar kadar garam sesuai dengan air untuk pengangkutan nener. Pelepasan nener biasanya dilaksanakan pada pagi atau sore hari, pada saat suhu udara relatif lebih dingin (sejuk). Untuk mempermudah dalam aklimatisasi nener terhadap suhu air maka kantong plastik dibiarkan mengambang di dalam ipukan untuk satu atau dua jam lamanya sebelum dilepaskan. Dan di dalam petakan penggelondongan diusahakan untuk kepadatan penebaran antara 40 - 50 ekor per m 2 . Pelepasan nener secara langsung ke ipukan dapat juga dilakukan, akan tetapi lebih aman kalau hal tersebut tidak dilakukan. Mula-mula nener bersama airnya dituangkan ke dalam baskom plastik kemudian air dari ipukan ditambahkan ke baskom sedikit demi sedikit sampai kira-kira sama denan kondisinya dengan air ipukan itu sendiri. Setelah itu baskom secara pelan-pelan dimiringkan dan dibiarkan nener itu berenang keluar. Pada permukaan kolam nener akan berenang-renang di dekat permukaan air tetapi setelah beradaptasi dan merasa segar lagi, mereka mulai makan Benthic algae yang tipis di dasar. Untuk adaptasi nener sepenuhnya dalam ipukan diperlukan waktu sekitar 12 jam. Nener yang lemah kondisinya akan memerlukan waktu lebih lama untuk adaptasi dan berenang-berenang di dekat permukaan air dalam ipukan. Jika nener telah tampak aktif bergerak dan makan, maka pematang ipukan dapat dipotong sedikit dan disisipkan saringan dengan bahan yang halus ditempat tersebut. Pematang yang dipotong ini dipergunakan untuk memudahkan pertukaran air di dalam maupun di luar ipukan ( biasanya kadar garam air di luar ipukan lebih dari 40 ppt) dan dalam sekitar 12 jam sesudahnya, kadar garam akan sama atau yang di dalam ipukan akan lebih rendah sedikit dari pada garam di petakan luar ( di luar ipukan). Bilamana nener tampak mulai berkumpul disekitar saringan atau berenang-renang menentang arus yang melewati saringan, hal ini menunjukkan bahwa nener ini telah cukup aklimatisasi terhadap kondisi garam dari petakan untuk nener. Saringan telah dapat diambil dan nener dibiarkan berenang keluar. Hal ini dikerjakan pada pagi hari atau sore hari ketika air di petakan rendah suhunya.
    Gambar 4.

    Ipukan tidak diperlukan di saat musim hujan bila kadar garam di petakan telah menjadi rendah. Nener dapat dilepaskan langsung ke dalam air setelah cukup aklimatisasi di dalam baskom. Jikalau Nener Payus (Elops sp.) belum terambil (belum diseleksi), nener hendaknya dilepaskan dalam happa nylon (dengan ukuran mata jaring : 5 - 6 tiap cm) yang dipasang dalam petakan. Nener Bandeng dapat lolos ke luar sedang di dalam happa tertinggal Payus serta nener Bandeng yang agak besar sedikit ukurannya dari mata happa nylon.
  3. Pengaturan Air
    Pada umumnya selama 7 - 10 hari sesudah pelepasan nener, tidak dilakukan penggantian air. Selama itu nener tambah menjadi lebih besar dan perlu adanya saringan di pintu yang dapat menahan nener keluar, akan tetapi dapat memasukkan air ke dalam petakan. Penyegaran dapat dilakukan dengan mengalirkan air ke luar kemudian diganti dengan air pasang yang baru. Saringan perlu di cek setiap saat membuka pintu. Penutupan harus dilakukan dengan hati-hati, terutama dalam pemasangan papan-papan pintu. Petakan untuk Nener mempunyai dasar yang lebih tinggi dan rata bila dibandingakn dengan petakan-petakan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya tindakan bila masih terjadi bocoran-bocoran pada waktu pemasukkan air di saat pasang terakhir. Pilihan lain ialah perlu menyediakan pompa air untuk pasang yang rendah bila tidak dapat mencapai petak peneneran. Nener tumbuh lebih cepat pada air yang berkadar garam agak rendah. Oleh karena itu perlu pada musim kemarau dilakukan penyegaran denganpenggantian air. Penyegaran yang dilakukan pada musim hujan terutama untuk menjaga (memelihara) klekap atau untuk memperbaiki kondisi air. Jikalau plankton merupakan makanan utama diperlukan kadar garam yang rendah dan sering ada hujan akan lebih bermanfaat.
  4. Pakan
    Pemberian makanan tambahan mengakibatkan bertambahnya input. Hal ini hanya diberikan (dilaksanakan) jika makanan alami habis dan tidak ada tempat yang layak atau yang siap untuk dipergunakan. Pengusaha gelondongan bandeng melaksanakan penimbunan (penahanan) gelondongan dengan memberikan makanan tambahan, karena itu pengusaha tersebut berani menggunakan padat penebaran yang tinggi pada tambaknya. Beberapa macam mkanan tambahan yang sering digunakan ialah :
    1. Katul yang halus hasil sisa penggilingan padi yang baru berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
    2. Tepung gandum (terigu), berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
    3. Bungkil jagung (bungkil dari lembaga jagung), berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
    4. Bungkil kacang tanah, berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
    5. Bungkil kelapa berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
    6. Roti yang basi atau telah lama.
    7. Kotoran kandang ternak atau lebih baik kotoran ayam.
      Penambahan makanan sebaiknya habis dimakan dalam jangka waktu dua sampai tiga jam. Bilamana tidak maka air akan mengalami pencemaran. Setidak-tidaknya makanan diberikan tiga kali setiap hari atau cukup dua kali (pagi dan sore hari). Makanan dapat diberikan dengan cara ditaburkan atau ditempelkan pada suatu tempat tertentu yang berada di dalam kolam (di petakan). Kondisi gelondongan yang kurang baik (kurus) perlu diperbaiki sebagai persiapan untuk pemindahannya ke tambak lain. Gelondongan yang kurus mudah sekali mengalami tekanan. Sisiknya mudah lepas walupun diperlakukan biasa saja dan tempat yang tidak bersisik akan mudah mengalami infeksi dari bakteri dan jamur. 
6. HAMBATAN PENGELOLAAN
Dalam usaha pengelolaan tambak sering dijumpai hal-hal yang menghambat kelancaran usaha, di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kondisi nener yang jelek pada saat penebaran.
    Pedagang nener biasanya menampung dalam kondisi yang sangat padat sambil menunggu pembeli. Selama musim nener, pedagang nener mengumpulkan hasil penangkapan tiap hari kemudian ditampung dan dikumpulkan sampai cukup banyak jumlahnya untuk memenuhi pesanan dari pembeli yang datang pertama. Sering pula terjadi bahwa nener tidak diberi makan untuk beberapa hari, yang mengakibatkan lapar dan lemah menyebabkan kondisi nener menjadi lamban geraknya dan mudah mendapat tekanan (stress) waktu dalam penghitungan. Bila diangkut dalam kondisi yang berjejal dalam kantong plastik, suhu tinggi, terjadi pertukaran zat-zat dalam tubuhnya, eksresi, tekanan oksigen dan jalanan yang kasar dapat menambah kelelahan nener. Banyaknya perlakuan di tambak dapat menambah makin lelah dan memberatkan situasi dan tidak tahan terhadap kondisi dalam petakan yang sedikit kurang baik. 
  2. Aklimatisasi yang kurang cukup.
    Dalam melepaskan nener ke petak peneneran diperlukan waktu yang cukup untuk aklimatisasi, sehingga nener dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan atau kondisi lingkungan. Penggantian air secara mendadak dengan perbedaan kadar garam atau suhu yang besar dapat mengakibatkan yang kurang baik. Nener tidak cukup waktu untuk menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap kondisi lingkungan dan akhirnya menjadi lemah, bahkan dapat menyebabkan kematian. 
  3. Bocoran-bocoran.
    Sifat naluri yang senang menentang arus air menyebabkan nener mudah lolos melalui bocoran yang ada di pematang. Dasar pintu saringan-saringan dan papan-papan penutup pintu yang tidak betul pemasangannya memungkinkan nener dan gelondongan kecil dapat lolos ke luar. Hal tersebut memungkinkan pula masuknya ikan-ikan buas yang masih kecil yang akhirnya dapat memangsa nener dalam petakan. 
  4. Terjerat
    Alga benang, klekap yang lebar-lebar dan lepa dari dasar tambak, kantong-kantong telur dari cacing-cacing Polychaeta merupakan benda-benda yang dapat menyebabkan nener di tambak terjerat. Nener terjerat (terbelit) oleh alga benang atau terjebak dalam gelembung telur-telur Polychaeta. Pada petakan yang dangkal, selapis klekap yang lebar tiba-tiba mengambang ke permukaan akibat terkumpulnya gelembung-gelembung oksigen dari hasil asimilasi komponen tumbuh-tumbuhan dapat menyebabkan nener yang sedang makan atau berenang di atasnya ikut terangkat ke permukaan dan akhirnya akan mati karenan terdampar tidak dapat kembali ke air.
  5. Keracunan
    Oleh karena petakan untuk nener umumnya berukuran kecil, maka mudah mengalami kontaminasi unsur-unsur yang beracun yang bersama air atau dari sumber lain. Kematian secara besar-besaran kadang-kadang terjadi di tambak yang mengalami air dari sungai yang mengalirkan sisaa-sisa dari pabrik (sampah industri) dibuang. Hal tersebut juga sering terjadi pada daerah-daerah yang dekat dengan daerah pertanian, terutama daerah sawah yang sering menebari pestisida (untuk pemberantasan hama). Kadang-kadang pematang tambak sendiri dapat menjadi asal (sumber) material yang mempunyai daya racun yang tinggi. Banyak contoh kematian total yang terjadi di peneneran begitu selesai hujan pertama yang lebat setelah musim kemarau yang panjang. Kasus demikian juga sering terjadi di tambak-tambak yang beru dibangun dari daerah rawa-rawa yang banyak pohon bakaunya (mangrove). Pematang dibuat dari tanah-tanah yang terdiri dari banyak akar-akaran yang membusuk dan terkumpul bahan organik yang mengandung unsur racun asam humus dan asam Sulfida (H2S) di lereng di atas pematang tersebut digambarkan sebagai hasil penguapan dari pematang yang banyak mengandung air (kadar air yang tinggi).Senyawaan belerang dapat pula terbentuk dari pembusukkan akar yang tampak di pematang-pematang. Tetesan air hujan mencucinya dan membawanya masuk ke tambak karena terbatasnya areal di peneneran, unsur yang dikehendaki tersebut segera menyebar sehingga menyebabkan nener maupun gelondongan banyak yang mati karena keracunan. 
  6. Penanganan yang salah.
    Pengeringan yang mendadak disebabkan penutupan pintu kurang sempurna adalah yang sering menyebabkan banyak nener dan gelondongan yang hilang atau mati. Saringan-saringan yang rusak, yang robek atau kesalahan dalam pemasangannya adalah faktor penyebab hilangnya nener pula. Sifat masa bodoh dari manusia (penjaga) tidak dapat dianggap sepi begitu saja. Penjaga yang sangat lelah kadang-kadang mudah (cepat) jatuh tertidur, sedang periode pengeringan atau pengisian peneneran berlangsung pada malam hari di saat terjadi surut yang rendah atau pasang yang tinggi, karena tertidur maka penjaga tidak dapat mengontrol keadaan deangan baik, yang mengakibatkan lingkungan pematang yang rusak.
7. ANALISA USAHA PENGGELONDONGAN BANDENG
Dalam pemeliharaan nener bandeng untuk gelondongan diperlukan waktu pemeliharaan selama lebih dari 21 hari, pada usia tersebut ukuran telah mencapai gelondongan yaitu panjang 2 - 3 cm dan berat rata-rata 2 - 3 gram. Dengan kepadatan tebar 40 - 50 ekor/m 2 @ Rp.50,- per ekor maka kelangsungan hidup nener untuk mencapai gelondongan adalah 75% - 90%. Harga jual perekor untuk ukuran gelondongan tersebut adalah Rp. 100,-. Usaha penggelondongan tersebut dapat dilaksanakan di tambak luas 0,5 HA (4 petakan). Dalam satu tahun diperhitungkan dapat memelihara bandeng tersebut sebanyak 6 periode selanjutnya pada tebar 200.000 ekor dengan SR 80%. Hal inilah yang dapat memberikan harapan untuk dikembang usahakan sebagai salah satu komoditas dalam agribisnis. Sebagai gambaran tentang analisis keuntungan dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.
  1. 1) Biaya Investasi
    No
    Penjelasan
    Jumlah (Rp)
    1Sewa 0,5 HA Tanah Tambak@ Rp. 500.000,-250.000
    2Perbaikan Konstruksi Tambak (4 petak)800.000
    3Pintu Air Empat Buah @ Rp. 125.000,-500.000,-
    4Pompa Air Diesel 4'', 1 unit (Tahan 4 tahun)2.000.000,-
    5Alat Panen, 1 set500.000,-
    Jumlah4.050.000,-
  2. Biaya Operasional
    1. Biaya Tidak Tetap
      No
      Penjelasan
      Jumlah (Rp)
      Persiapan Tambak300.000,-
      Nener 200.000 ekor @ Rp. 50,-10.000.000,-
      Kapur 1.000 kg @ Rp. 100,-100.000,-
      Saponin 100 kg @ Rp. 1.000,-100.000,-
      Pupuk Urea dan TSP 100 kg @ Rp. 400,-40.000,-
      Pupuk Kandang 500 kg @ Rp. 100,-50.000,-
      Pakan Buatan 400 kg @ Rp. 800,-320.000,-
      Upah Penan dan buruh300.000,-
      Eksploitasi pompa air50.000,-
      Total 1 periode11.260.000,-
      Total 1 tahun, 6 kali pemeliharaan67.560.000,-
    2. Biaya Tetap
      No
      Penjelasan
      Jumlah (Rp)
      Upah tenaga tetap: 1 or, 1 th :12 x Rp. 150.000,-1.800.000,-
      Bunga 1 tahun :
      Investasi 12 x 2% x Rp. 4.050.000,-972.000,-
      Modal kerja 12 x 2% x Rp. 11.260.0002.702.000,-
      Penyusutan (pompa) 1 tahun500.000,-
      Perawatan peralatan 1 tahun200.000,-
      Total 1 tahun6.174.000,-
      Total biaya tetap per musim Rp. 6.174.000,-/61.029.000,-
  3. Total biaya operasional setahun (1. + 2.) Rp. 73.734.000,-
    Produksi dan hasil Penjualan (6 kali pemeliharaan).
    Produksi Gelondongan
    1. Periode Pemeliharaan
      n
      Padat tebar
      (Ekor)
      Angka Kehidupan
      (%)
      Produksi
      (Ekor)
      1
      160.000
      75
      120.000
      2
      160.000
      75
      120.000
      3
      200.000
      75
      150.000
      4
      200.000
      80
      160.000
      5
      200.000
      80
      160.000
      6
      200.000
      80
      160.000
      Total 1 Tahun
      1.120.000
      870.000
Pendapatan
      Produksi Per periode
      Harga jual Per periode (Rp)
      Biaya Per periode (Rp)
      Pendapatan (Rp)
      I : 120.000
      12.000.000,-
      12.289.000,-
      - 289.000,-
      II : 120.000
      12.000.000,-
      12.289.000,-
      - 289.000,-
      III : 150.000
      15.000.000,-
      12.289.000,-
      + 2.711.000,-
      IV : 160.000
      16.000.000,-
      12.289.000,-
      + 3.711.000,-
      V : 160.000
      16.000.000,-
      12.289.000,-
      + 3.711.000,-
      VI : 160.000
      16.000.000,-
      12.289.000,-
      + 3.711.000,-
      Total 1 Tahun
      87.000.000,-
      73.734.000,-
      13.266.000,-
8. DAFTAR PUSTAKA
  1. Lopez, Juan V., 1975. Bangos Nursery Operation in the Philippines. BFAR, Intramuros, Manila (Mimeo, ZIPP).
  2. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1979. "Teknik Pengelolaan Peneneran Bandeng".
  3. Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. "Kumpulan Paper Materi Latihan Pembenihan Bandeng Skala Rumah Tangga".
  4. Djajadiredja, R., dan Sutarjo, 1967. Intensifikasi Pemeliharaan Nener Gelondongan. Salah Satu Usaha Mengatasi Kekurangan Benih, Laporan No, 28, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Bogor, 1967.
  5. Soesono S., 1988. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak, 1988. PT. Gramedia.
  6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Jakarta, 1993. "Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng".


PEMBENIHAN IKAN BANDENG





1. PENDAHULUAN


Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
2. PENGERTIAN
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karenaresiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking). Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
3. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
  1. Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
  2. Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
    • Pergantian air minimal; 200 % per hari.
    • Suhu air, 26,5-31,0 0 C.
    • PH; 6,5-8,5.
    • Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
    • Alkalinitas 50-500ppm.
    • Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
    • Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
  3. Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
  4. Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
4. SARANA DAN PRASARANA
  1. Sarana Pokok
    Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
    1. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
      Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton serta diatur
      menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.
    2. Bak Pemeliharaan Induk
      Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding. 
    3. Bak Pemeliharan Telur
      Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
    4. Bak Pemeliharaan Larva
      Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terval plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
      Gambar 1. Bak Pemeliharaan Larva
    5. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
      Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi baton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
  2. Sarana Penunjang Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
    1. Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0 C.
    2. Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0 C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.
  3. Sarana Pelengkap
    Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
5. TEKNIK PEMELIHARAN
  1. Persiapan Opersional.
    1. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m 3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi. 
    2. Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
    3. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
  2. Pengadaan Induk.
    1. Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
    2. Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0 C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0 C.
    3. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas. 
    4. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.
  3. Pemeliharaan Induk
    1. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m 3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
    2. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
    3. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
    4. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0 C.
  4. Pemilihan Induk
    1. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat. 
    2. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan. 
    3. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
    4. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
  5. Pematangan Gonad
    1. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
    2. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
  6. Pemijahan Alami.
    1. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring. 
    2. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
    3. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
    4. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
  7. Pemijahan Buatan.
    1. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
    2. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
    3. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
    4. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
  8. Penanganan Telur.
    1. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh. 
    2. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
    3. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
    4. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit. 
  9. Pemeliharaan Larva.
    1. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31 0 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
    2. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
    3. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
    4. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
    5. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
  10. Pemberian Makanan Alami
    1. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
    2. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
    3. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
    4. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng. 
  11. Budidaya Chlorella
    Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0 C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
  12. Budidaya Rotifera.
    Budidaya rotifera skala besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella. Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.
6. PANEN
  1. Panen dan Distribusi Telur.
    Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok. Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
  2. Distribusi Telur.
    Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0 C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
  3. Panen dan Distribusi Nener.
    Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm (gambar XI.3) supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
  4. Panen dan Distribusi Induk.
    Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m 3 , oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m 3 tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0 C dan salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.
7. ANALISA USAHA
Contoh Analisa Usaha Penbenihan Lengkap Bandeng. Modal yang Diperlukan (Data April 1993).
  1. Biaya Investasi.
    1. Tanah 1 Ha @ Rp 35.000,- Rp. 35.000.000,-
    2. Konstruksi :
      • 4 Bak Induk Vol. 100 Ton @ Rp 15.000,- Rp. 600.000,-
      • 20 Bak larva vol 5 ton @ Rp 750,- Rp. 15.000.000,-
      • 4 Bak plankton vol 5 ton @ Rp 750,- Rp. 3.000.000,-
      • 5 Bak plankton vol 20 ton @ Rp 2.000 Rp. 10.000.000,-
      • 4 Bak rotifera vol 5 @ Rp 750 Rp. 3.000.000,-
      • 20 Botol plankton vol 10 liter @ Rp 3.000,- Rp. 60.000,-
      • Bak bius vol 1 ton @ Rp 400,- Rp. 400.000,-
      • 2 Bak penampungan induk vol 3 ton @ Rp 750,- Rp. 1.500.000,-
      • 1 set alat lab. (mikroskop,timbangan,Induce,implamenter dll) Rp. 15.000.000,-
      • 1 unit Genset & Instalasi Rp. 25.000.000,-
      • 1 unit Pompa & instalasi Rp. 15.000.000,-
      • 1 unit Blower & instalasi Rp. 5.000.000,-
      • 1 unit AC Rp. 3.000.000,-
        Jumlah Biaya Investasi Rp. 206.000.000,-
    3. Prasarana Pokok.
      • Bangunan tempat pemeliharaan larva Rp. 20.000.000,-
      • Lab. Plankton (alga) Rp. 5.000.000,-
      • Rumah karyawan Rp. 25.000.000,-
      • Ruang panen Rp. 10.000.000,-
      • Ruang makan Rp. 10.000.000,-
      • Kantor Rp. 5.000.000,-
      • Rumah jaga Rp. 1.000.000,-
      • Rumah genset dan blower Rp. 1.000.000,-
      • Gudang Rp. 5.000.000,-
      • Refrigerator/Freezer Rp. 1.000.000,-
        Jumlah Biaya Sarana Pokok Rp. 83.000.000,-
        Jumlah Biaya Investasi (a+b+c) Rp. 288.000.000,-
  2. Biaya Operasional per tahun.
    1. Biaya tetap.
      • Biaya perawatan 5% dari investasi Rp. 14.448.000,-
      • Penyusutan 10% dari investasi Rp. 31.645.000,-
      • Bunga modal 15% tahun Rp. 43.344.000,-
      • Ijin usaha Rp. 2.000.000,-
        Jumlah biaya tetap Rp 106.000.000,-
    2. Biaya tidak tetap.
      • Pengadaan induk 50 ekor @ Rp. 300.000,- Rp. 15.000.000,-
      • Pakan, induk 3%x5x50x360x1.000 Rp. 2.700.000,-
      • Larva, pupuk Rp. 5.000.000,-
      • Hormon, bius, alkohol, formalin Rp. 15.000.000,-
      • BBM : solar; 10x4x360xRp.380 Rp. 32.000.000,-
      • Olie ; 8x4x12xRp 4.000,- Rp. 1.536.000,-
      • Gaji karyawan :
        • tenaga ahli 1x12x500 Rp. 6.000.000,-
        • pekerja 10x12x100 Rp. 12.000.000,-
      • Biaya tak terduga Rp. 10.000.000,-
        Jumlah biaya tidak tetap. Rp 100.068.000,-
        Jumlah total biaya operasional/tahun (a + b) Rp. 205.505.000,-
  3. Penerimaan per tahun.
    1. Produksi telur : 20 induk selama 6 bulan (20x300.000x6 bulan) = 36.000.000 butir telur.
    2. Tingkat kelangsungan hidup 20 %. 7.200.000 benih
    3. Harga jual/ekor Rp.20,- Rp. 144.000.000,-
    4. Jumlah penerimaan selama 1 tahun Rp 288.000.000,-
  4. Analisa Biaya dan Manfaat
    1. Penerimaan kotor (III-II) Rp. 82.495.000,-
    2. Pajak 10% dari penerimaan kotor Rp. 8.249.500,-
    3. Perputaran uang sebelum dipotong Pajak (IV,1 & II A2/ Penyusutan Rp. 114.140.000,-
    4. Pendapatan bersih= (IV.3-IV.2) Rp. 105.890.500,-
    5. Jangka waktu pengambilan modal Investasi =2,7 tahun
    6. Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio)= 3) : 2) 1,4
    7. Biaya produksi per PL
      Total Biaya operasional = 205.505.00= Rp 13,70
      Pembelian induk 15.000.000
8. SUMBER
Pembenihan Bandeng, Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1994





Usaha kami di bidang pengadaan bibit/nener bandeng sejak tahun 2002 sehingga dalam kualitas dan kuantitas lebih terjamin hal ini di sebabkan kami lebih berpengalaman dalam bidang tersebut,dan hal ini memungkinkan pelanggan-pelanggan kami yang sudah berlangganan merasa puas dengan hasil yang sudah di capai selama ini.
Silahkan anda coba dan buktikan sendiri dengan keberadaan kami selama ini,untuk informasi dan pemesanan                 silahkan kontak kami di nmr berikut ; -telkomsel 085333856995
                                                         -indosat    085792489188
                                                         -pin bb     2B2F27BD.